Layercommunity's Weblog

Situs Konsultasi Manajemen Layer

Archive for the category “Perkandangan”

Sistem Perkandangan

Berbicara mengenai perkandangan seperti tidak ubahnya dengan “menyuguhkan” rumah untuk hewan peliharaan kita. Menyuguhkan dalam arti hanya menyiapkan bisa juga berarti benar-benar membangun untuk suatu kehidayam petelurupan yang layak bagi hewan.

Namun yang sering terlewatkan adalah bagaimana bangunan yang diciptakan tersebut nyaman, cocok untuk hewan peliharaan kita dalam berproduksi atau pun hidup yang layak. Menciptakan kondisi yang layak bagi hewan terutama ayam yang kita pelihara bukanlah sesuatu yang mudah.

Kondisi per-ikliman di Indonesia sendiri diakui atau tidak mengalami perubahan yang sangat drastic, terutama semenjak 2 tahun terakhir ini. Sengatan panas di siang hari, serta dinginnya suhu pada malam hari menjadi sebuah fakta yang tak terhindarkan. Fluktuasi suhu serta kelembaban bahkan sedemikian ekstremnya sampai menyentuh angka perbedaan siang dan malam mencapai 16 o C. Banyak orang berkomentar: orang pun banyak yang batuk apalagi ayam!

Kondisi demikian ini lebih diperparah lagi dengan jenis dan bentuk perkandangan di Indonesia yang rata-rata memang dirancang 10 tahun yang lalu. Pada jangka waktu 10-5 tahun yang lalu mungkin design kandang yang dirancang masih sesuai. Namun ‘tidak’ untuk masa sekarang, apalagi yang akan datang.

Indonesia apalagi, dengan kondisi yang tropic dan humid ini merasakan perubahan paling nyata. Oleh karena itu perlu kiranya dipikirkan tentang “kandang dan system perkandangan masa depan”, artinya kandang yang kita rancang dan buat saat ini masih nyaman untuk kebutuhan 5-10 tahun yang akan datang.

 

Close House System

 

Jawaban simple dan gampang, untuk menjawab pertanyaan di atas adalah close house (kandang tertutup). Namun begitu, seberapa besar peternak di Indonesia ini sudah mau beralih ke kandang close house? Belum seberapa banyak, dan masih dalam hitungan jari.

Beberapa kendala dan hambatan yang dialami adalah biaya investasi yang sangat tinggi, apalagi jika kandang close house yang dibuat tersebut full automatic. Kandang demikian memang memegang tingkat efisiensi yang tinggi, baik dari operational cost maupun optimalisasi performance (teorinya!).

Sayangnya untuk mewujudkan hal tersebut masih perlu perjuangan yang panjang dan kerja keras serta kemauan untuk belajar dan memperdalam ilmu close house lagi. Soalnya masih banyak juga keluhan muncul bagi peternak close house di Indonesia, mengapa performance yang dihasilkan tidak sesuai dengan standard manajemen. Lebih parah lagi kok malah kalah dengan kandang open house di daerah lain?

Memang di beberapa negara tetangga kita seperti Malaysia dan Thailand semenjak merabaknya wabah AI (Avian Influenza) beberapa tahun yang lalu, pemerintah setempat gencar sekali mendukung aksi pendirian kandang close house. Bukan saja bermaksud mengurangi resiko terkena wabah AI tetapi dampaknya terhadap penampilan produksi ternyata juga sangat nyata.

Beberapa tahun yang lalu penulis sempat berkunjung ke salah satu farm close house di Bangkok -yang full automatic– dan ternyata hasil produksinya sangat excellent. Efieisien lagi! Mungkin hal ini sebagai bukti nyata bahwa ayam yang dipeliharan di dalam kandang close house sedemikian nyamannya, sehingga penampilan produksinya sangat prima.

Berhubung demikian banyaknya kendala untuk membangun kandang close house di Indonesia, maka perlu diambil ‘jalan tengah’ sehingga tujuan akhir : menghasilkan performa produksi yang optimal serta efisien dapat tercapai. Singkatnya, bangunlah kandang kita yang serba open house ini tetap nyaman mendekati senyaman kandang close house, kalau bisa.

Prinsipnya adalah membangun kandang saat sekarang untuk kebutuhan 10 tahun yang akan datang. Bayangkan bagaimana kira-kira kondisi makro klimat di Indonesia untuk 10 tahun kedepan!. Baru bangunlah kandang!.

Salah satu alternative yang dapat ditempuh untuk menjawab kebutuhan tersebut adalah dengan ‘merekayasa’ system perkandangan kita sehingga dicapai kondisi di dalam kandang (baca:mikro klimat) yang mendekati ideal. Bagaimana sebaiknya lebar kandang diperhitungkan, jarak antar kandang, ketinggian kandang, space udara bebas bisa leluasa keluar masuk ke dalam kandang, jarak ayam teratas dengan atap (untuk kandang batere layer) serta yang tidak kalah pentingnya adalah tekstur tanah, yang akan sangat mungkin akan menimbulkan efek tingginya kadar ammonia di dalam kandang.

Belum lagi ditambah dengan pertimbangan tinggi rendahnya lokasi lahan dari permukaan laut (dpl), yang menyebabkan perbedaan temperature, kelembaban serta intensitas cahaya didalam kandang.

Hal lain yang juga sangat perlu dipertimbangkan adalah masalah atap kandang. Berbicara mengenai atap kandang pun mengandung kajian yang sangat luas. Harus diakui bahwa atap kandang memegang peranan yang sangat vital dalam ‘menyalurkan’ panas dari panas sinar matahari disamping fungsi utamanya yang memang sebagai sarana peneduh dari panas dan hujan.

Namun, pen-design-an atap kandang yang tidak tepat bisa berpengaruh fatal terhadap kondisi mikro klimat di dalam kandang. Belum lagi bahan atap yang digunakan, apakah mampu menyerap panas, menolak panas, bahkan meredam panas yang diterima pada saat terik matahari yang mencapai 35-40 o C di siang hari.

Berbagai jenis bahan atap yang digunakan menjadi bahasan utama dalam topic kali ini, dan selebihnya akan disampaikan pada edisi yang akan datang. Sehingga harapannya, satu demi satu bahasan menjadi lebih intens dan menjadikan perhatian yang serius.

 

Bahan Atap Kandang

 

Di berbagai daerah di tanah air ini, apabila kita mengamati lebih mendalam ternyata banyak sekali variasi bahan atap yang digunakan oleh peternak baik layer maupun broiler. Peternak broiler memilki variasi bahan atap lebih banyak dibandingkan dengan peternak layer. Hal ini mungkin didasari oleh pemikiran bahwa memelihara broiler hanya membutuhkan jangka waktu yang pendek ketimbang layer, jadi untuk perkandangannya pun dibuat ‘ala kadarnya’.

Padahal tidaklah demikian, karena yang harus tetap diingat bahwa industri ini berbasis makhluk hidup, yang mana untuk mencapai performance yang optimal diperlukan kondisi yang nyaman (comfort zone) bagi si ayam itu sendiri. Jadi, entah itu broiler atau kah layer semua membutuhkan kondisi itu, dan wajib!

Untuk mempermudah, mari kita petakan menjadi 2 kelompok yaitu peternakan di dataran tinggi dan dataran rendah. Karakter yang membedakan kedua kelompok itu adalah tingginya temperature dan kelembaban lingkungan yang pada akhirnya menyebabkan cekaman panas bagi ayam.

Pada daerah dataran tinggi, didapati temperature yang lebih rendah, bahkan pada jam-jam tertentu di malam hari udara sangat dingin dan menusuk tulang. Pembuatan perkandangannya dan bahan atap yang dipakai tentunya harus berbeda dengan bangunan perkandangan di dataran rendah.

Banyak di antaranya peternak menggunakan genting atau asbes yang harapannya mampu menghangatkan ayam pada saat malam hari dan udara dingin. Namun karena kelembaban udara yang tinggi pula menyebabkan jenis atap seperti ini akan mudah rusak. Ini kelemahannya.

Namun memelihara ayam di dataran tinggi apabila di lihat dari sisi mikro klimat, ayam tetap lebih cocok, karena pada dasarnya memang ayam ini membutuhkan temperature yang rendah, sehingga metabolisme ayam bisa berjalan dengan baik tanpa ada gangguan cekaman panas, stress dan lain-lain.

Yang lebih rumit adalah memelihara ayam di dataran rendah. Factor cekaman panas, stress di siang hari, fluktuasi suhu yang ekstrem, menyebabkan ayam menjadi panting sehingga metabolisme didalam tubuh ayam menjadi tidak normal. Belum lagi efek lain dari cekaman panas ini yaitu menurunkan immune system didalam tubuh ayam sehingga ayam menjadi sangat rentan terhadap serangan virus dan berbagai penyakit lainnya.

Pemilihan jenis atap yang baik diharapkan menjadi salah satu alternative. Di daerah pesisir seperti pantai selatan pulau Jawa, dari Kebumen sampai Yogjakarta bagian selatan maupun di daerah lain yang lokasinya berdekatan dengan laut seperti Lombok, Nusa Tenggara Barat, banyak kita jumpai para peternak menggunakan jenis atap rumbia (Bahasa Jawa : Welit).

Tumbuhan dengan karakter daun mirip daun pohon kelapa, tetapi tidak tinggi ini banyak dijumpai dan ditanam di daerah pantai yang memang diambil daunnya dan ditata sedemikian rupa sehingga membentuk lembaran-lembaran untuk kemudian disusun sebagai atap. Di samping murah, jenis atap ini ternyata mampu meredam panas dari sinar matahari, dan bahkan sebagai insulator.

Pada siang hari atap ini mampu ‘menangkal’ panas sinar matahari dan mengurangi panas secara sangat nyata. Jadi meskipun lokasi peternakan berada di daerah pantai yang pans ayam tetap nyaman. Kondisi lain yang mendukung adalah tingkat sirkulasi udara yang lancar, dan biasanya memang di daerah pantai ini mengalir udara dengan kencang. Ini akan semakin ‘mendukung’ performa ayam yang dipelihara.

Dan sebaliknya pada malam hari, di saat udara sangat dingin, maka dengan menggunakan atap rumbia ini seolah-olah mampu mengalirkan udara hangat ke dalam kandang. Fluktuasi temperature pun dapat diminimalisir.

Beberapa catatan performa produksi dari para pelaku usaha peternakan menyatakan bahwa justru didaerah pesisir seperti tersebut diatas selalu mendapatkan performa rata-rata terbaik selama setahun. Dan kondisi iklim pantai yang kering serta didukung tekstrur tanah yang berpasir menyebabkan penyerapan ekskreta dari kotoran ayam sangat baik. Efeknya, ammonia menjadi sangat minim di daerah ini. Disamping didukung oleh sirkulasi udara yang baik serta cekaman panas yang dikurangi dengan memanfaatkan jenis atap rumbia ini.

Artinya, secara teori mengatakan bahwa ayam harus dipelihara pada kondisi iklim yang dingin, namun meskipun dipelihara di daerah yang panas, tetapi dengan inovasi yang kreatif ternyata bisa mewujudkan performa yang jauh lebih baik.

Pada daerah lain dengan kondisi yang sama seperti pesisir utara Jawa, peternak berinovasi lain. Mereka memanfaatkan limbah, berupa aluminium foil sebagai atap kandang. Kandnag seperti ini banyak dijumpai di daerah Indramayu, Tegal, Brebes bahkan Pekalongan. Masuk ke dalam kandang pun serasa ayam ini nyaman, karena memang efek dari penggunaan aluminium foil ini sebagai insulator juga.

Baik jenis atap rumbia maupun aluminium foil, kedua-duanya hanya memerlukan biaya yang ringan. Namun kelemahannya, kedua jenis atap terebut tidak tahan lama. Atap rumbia mudah sekali lapuk dan dimakan sejenis ulat. Begitu juga dengan atap dari aluminium foil yang tidak kuat dengan terpaan angin kendang, dan mudah robek.

Baru berbicara jenis atap saja kita banyak dihadapkan dengan berbagai kendala. Belum lagi ukuran kandang, topografi wilayah dan masih banyak lagi yang mesti dipikirkan untuk mencapai kondisi pemeliharaan yang lebih baik.

‘Kepentingan’ pembicaraan masalah perkandangan menjadi prioritas utama saat ini. Karena fakta menunjukkan bahwa semenjak dua tahun terakhir ini problem penyakit dilapangan banyak disebabkan oleh cekaman panas, yang menurunkan immune system (system kekebalan), terutama pada musim kemarau.

Tetapi anehnya di tahun 2009 ini dimana cuaca masih musim hujan, kelembaban yang tinggi, yang tidak diimbangi design kandang yang baik juga memicu penyakit-penyakit viral dilapangan baik broiler maupun layer.

Membangun kandang dan system perkandangan harus menjadi perhatian serius, sebagai jalan tengah atau jalan alternative ‘sementara’ sebelum menuju ke era close house. Selamat berpikir dan merenung.

 

 

 

Navigasi Pos