Layercommunity's Weblog

Situs Konsultasi Manajemen Layer

Program Force Molting (Rontok Bulu)

 

Istilah molting, yang biasanya orang menyebut dengan force molting atau di Indonesia-kan menjadi rontok bulu. Di belahan dunia yang lain juga ada yang mengatakan induce molting. Intinya adalah merontokkan bulu ayam sehingga ayam menjadi ‘muda’ lagi.

Dengan diperoleh ayam yang ‘muda’ lagi maka diharapkan produksi telur juga akan membaik lagi, atau kalau memungkinkan malah mencapai 90 % lagi. Di sisi lain ‘tambahan’ keuntungan juga akan didapatkan karena umur ayam menjadi lebih panjang dan total produksi yang diperoleh juga lebih banyak.

Banyak sekali perubahan yang terjadi pada saat molting dilakukan dan yang paling tampak adalah penurunan berat badan ayam sampai kira-kira 20 % atau lebih. Leeson dan Summers, 1991 menekankan bahwa target akhir penurunan berat badan ini adalah berat badan ayam yang sama pada saat mulai bertelur pada siklus kedua produksi dengan sikulus pertama produksi. Bahkan menurut Yousaf dan Chaudhry, 2008 berat badan ini bisa turun antara 25-35 %. Padahal bukan hanya berat badan saja yang mengalami perubahan secara drastis, kondisi fisiologis ayam pun mengalami hal serupa.

Brake dan Traxton, 1979 mengungkapkan bahwa selama masa istirahat total – artinya pada saat ayam tidak diberikan makanan sama sekali- terjadi penurunan kadar lemak darah serta ukuran ovarium dan oviduct mengecil menyamai pada saat ayam belum matang kelamin (immature)

Atas dasar kejadian tersebut maka pada saat molting dilakukan terjadi penurunan produksi secara drastis dan significan bahkan bisa berhenti secara total (zero production). Hassanabadi dan Kermanshahi, 2007 dalam penelitiannya menunjukkan bahwa ayam pada waktu tertentu benar-benar tidak bertelur sama sekali.

Ada banyak metode yang bisa dilakukan dengan program molting ini, di antaranya adalah mengurangi jumlah pakan secara bertahap, memangkas pakan (deprivation) yaitu ayam dipuasakan – tidak diberi pakan sama sekali – selama beberapa waktu, dan ada juga yang melakukan dengan merubah susunan formulasi pakan misalnya dengan penambahan Zn (Zinc) dalam jumlah tinggi sampai dengan 20.000 ppm seperti yang telah dilakukan oleh Hassanabadi dan Kermanshahi, 2007. Low sodium diets dan Low Calcium diets juga menjadi alternatif lain pada metode molting (Leeson dan Summers, 1991), namun yang ini jarang dilakukan. Umumnya peternak menggunakan metode feed deprivation (puasa total).

Sesungguhnya, molting ini bukanlah sesuatu yang baru. Bahkan sejak tahun 1930-an para peneliti sudah melakukannya dengan berbagai metode. Ada banyak pertimbangan apakah molting perlu dilakukan atau tidak, tentunya tergantung pada perhitungan ekonomisnya. Selama menguntungkan, kenapa tidak? Beberapa pakar mengatakan bahwa molting ini dilakukan dengan pertimbangan pokok ingin meningkatkan pendapatan perternak dan dengan perhitungan komulatif dari beberapa siklus molting yang dilakukan, hal tersebut dapat terwujud. Dengan siklus produksi yang lebih panjang, yang bisa dua atau tiga siklus produksi maka total produksi yang diperoleh akan lebih banyak.

Akan tetapi pertimbangan lain seperti bagaimana kemampuan produksinya, seberapa tinggi puncak produksi dan berat telur, tingkat kematian ayam (deplesi) baik selama molting berlangsung maupun setelah ayam berproduksi kembali (siklus kedua) perlu diperhitungkan dengan cermat.

Penulis mencoba menjawab beberapa pertanyaan diatas dengan melakukan percobaan molting dengan melibatkan populasi yang cukup. Menyitir program molting yang ditulis oleh Lesson dan Summers, 1991, pemuasaan dilakukan secara total selama beberapa waktu sampai berat badan ayam mencapai kurang lebih 1400 gram. Namun, anjuran untuk puasa minum selama 2 hari pertama perlakuan tidak dilakukan karena khawatir terjadi kematian yang tinggi.

Adapun program molting yang dilakukan secara adalah memuasakan selama 10 hari, kemudian mulai diberikan pakan berupa jagung giling dengan jumlah tertentu, kemudian campuran pakan grower dan selanjutnya campuran pakan layer. Campuran pakan yang dimaksud adalah mencampur sendiri konsentrat, jagung dan bekatul.

Total populasi untuk perlakuan ini adalah ayam layer commercial 1499 ekor dan tanpa dilakukan seleksi terlebih dahulu. Tujuannya adalah untuk mengetahui secara riil berapa sesungguhnya jumlah ayam yang akan ‘terseleksi’ secara alamiah selama program molting berlangsung. Berat awal rata-rata ayam adalah 1.905 gram dan setelah melalui pemuasaan selama 10 hari berat badan menjadi rata-rata 1.350 gram. Data penyebaran sampling berat badan serta tren penurunan berat badan dapat dilihat pada grafik terlampir.

 

 

 

 

 

 

Tingkat Kematian (deplesi)

 

Bagaimana dengan tingkat kematian ayam, ternyata cukup tinggi. Selama program molting berlangsung, kematian mencapai 5.3 %. Hal ini disebabkan pada awal pemuasaan tidak dilakukan seleksi sehingga ayam-ayam dengan berat badan yang rendah terseleksi secara alami.

Dari angka kematian yang cukup tinggi serta homogenitas sampling berat badan pada saat mulai akan dilakukan pemuasaan yang kurang bagus pada akhirnya perlu dievaluasi kembali pola manajemen pemeliharaan khususnya pola pemberian pakan semasa ayam masih produktif. Mengapa berat badan ayam menjadi sangat kacau pada akhir pemeliharaan, apakah dari peran operator kandang yang kurang maksimal, atau hal lainnya. Karena bagaimanapun berat badan ayam sangat berkorelasi positif dengan sejarah produksinya.

Sehingga disarankan sebelum perlakuan molting alangkah baiknya dilakukan seleksi terlebih dahulu, ayam-ayam dengan berat badan di bawah 1,8 kg sebaiknya diafkir saja dari pada akhirnya mati selama pemuasaan berlangsung. Jadi hanya ayam-ayam dengan performa yang baik, berat badan antara 1,9 – 2 kg saja yang dilakukan pemuasaan.

Memang sepintas kita mengamati performa ayam menjadi ‘cantik-cantik’ kembali. Pial ayam menjadi merah kembali dan kualitas kerabang telur pun menjadi coklat tua dan kuat seperti layaknya ayam yang baru mulai bertelur. Padahal pada saat mulai dilakukan pemuasaan, pial sudah sangat pucat serta tidak menarik lagi.

 

Produksi

 

Percobaan ini tergolong ekstrem! Karena umumnya rekomendasi molting dilakukan pada saat ayam berada pada kisaran umur 75-80 minggu, namun kali ini ayam yang sudah benar-benar “nenek-nenek” baru di molting. Hal ini sengaja dilakukan karena hampir semua literature meneliti molting di umur 80 an, sehingga ingin diketahui bagaimana hasil yang dicapai jika ayam umur 104 minggu dilakukan molting.

Rata-rata produksi harian pada saat mulai molting adalah 53 % HDP. Selanjutnya dilakukan pemuasaan secara total tidak makan sama sekali dan hanya minum saja. Produksi beberapa hari berikutnya turun drastic dan persis pada hari ke tujuh setelah pemuasaan produksi nol. (zero production).

Meskipun hari ke-11 pakan sudah mulai diberikan, namun zero production terus bertahan sampai hari ke-21. Pada saat pemuasaan berlangsung, dan setelah hari ke-7 mulai terjadi perontokan bulu, dan ternyata rontok bulu semakin hebat justru setelah pakan berupa jagung giling mulai diberikan. Rontok bulu diawali pada bulu-bulu sekitar leher, kemudian turun ke bagian dada dan perut.

Produksi baru muncul kembali setelah hari ke-22 dan seterusnya meskipun masih lambat kenaikannya. Produksi baru naik secara cepat setelah memasuki umur 110 minggu dengan kenaikan antara 4-5 % HDP per harinya.

Puncak produksi yang dicapai dari perlakuan ini memang belum begitu memuaskan. Karena puncak produksi hanya mencapai 76 % HDP saja dan tercapai setelah 9 minggu perlakuan. Namun begitu patut untuk dimaklumi karena materi perlakuan yang sudah sangat tua.

Sementara itu kualitas telur dan performa ayam sangat memuaskan. Cangkang menjadi coklat kembali dan kualitas kerabang sangat bagus. Meskipun berat telur cukup besar, namun karena warna kerabang yang sangat bagus pada akhirnya tidak menjadi persoalan mengenai pemasaran telurnya.

Recovery produksi dari perlakuan ini tergolong cepat, dan mirip dengan yang dicapai oleh para peneliti yaitu 9 minggu setelah perlakuan dimulai mampu mencapai puncak produksinya. Hal ini mungkin ditunjang oleh pertumbuhan folikel-folikel yang sangat padat.

Gambar berikut ini menunjukkan bagaimana folikel-folikel itu tumbuh kembali dengan bagus, mirip seperti pullet yang siap bertelur. Gambar ini diambil pada ayam dengan berat 1430 garm dan pada saat ayam masih puasa pada hari terakhir (hari ke-10).

Apakah molting perlu dilakukan, pikirkan dengan pasti. Ke depan, percobaan dengan melibatkan populasi dengan umur yang lebih muda perlu dilakukan kembali serta bagaimana analisis ekonominya. Kalau menguntungkan kenapa tidak?

 

 

 

 

Single Post Navigation

Tinggalkan komentar